Suku
Bali
Suku Bali (bahasa Bali: Anak Bali, Wong Bali, atau Krama
Bali) adalah suku bangsa
mayoritas di pulau Bali, yang menggunakan bahasa Bali dan
mengikuti budaya Bali. Sebagian besar suku Bali beragama Hindu, kurang lebih
90%, sedangkan sisanya beragama Islam, Kristen dan Buddha.
Menurut hasil Sensus Penduduk 2010, ada kurang lebih 3,9 juta orang Bali di
Indonesia. Sekitar 3,3 juta
orang Bali tinggal di Provinsi Bali. Orang
Bali juga banyak terdapat di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Lampung dan
daerah penempatan transmigrasi asal Bali lainnya. Sebagian kecil orang Bali
juga ada
Asal Usul Suku Bali
Asal-usul suku Bali terbagi ke dalam tiga periode atau gelombang migrasi: gelombang pertama terjadi
sebagai akibat dari persebaran penduduk yang terjadi di Nusantara selama zaman prasejarah; gelombang kedua terjadi secara
perlahan selama masa perkembangan agama Hindu di Nusantara; gelombang
ketiga merupakan gelombang terakhir yang berasal dari Jawa,
ketika Majapahit runtuh pada abad ke-15—seiring dengan Islamisasi yang terjadi di Jawa—sejumlah
rakyat Majapahit memilih untuk melestarikan kebudayaannya di Bali, sehingga
membentuk sinkretisme antara kebudayaan Jawa klasik
dengan tradisi asli Bali.
Kebudayaan
Kebudayaan Bali terkenal akan seni tari, seni
pertujukan, dan seni ukirnya. Covarrubias mengamati bahwa setiap orang Bali
layak disebut sebagai seniman, sebab ada berbagai aktivitas seni yang dapat
mereka lakukan—lepas dari kesibukannya sebagai petani, pedagang, kuli, sopir,
dan sebagainya—mulai dari menari, bermain musik, melukis, memahat, menyanyi,
hingga bermain lakon. Dalam suatu desa yang bobrok sekalipun dapat dijumpai
sebuah pura yang indah,
pemain gamelan andal, dan
bahkan aktor berbakat. Bahkan sesajen yang dibuat wanita Bali memiliki sisi
artistik pada jalinan potongan daun kelapa dan susunan buah-buahan yang rapi dan menjulang. Menurut Covarrubias, seniman Bali adalah perajin
amatir, yang
melakukan aktivitas seni sebagai wujud persembahan, dan tidak peduli apakah namanya akan dikenang atau
tidak. Seniman Bali juga merupakan peniru yang baik, sehingga ada pura yang
didekorasi dengan ukiran menyerupai dewa khas Tionghoa, atau dihiasi relief kendaraan bermotor, yang mereka
contoh dari majalah asing.
Gamelan merupakan bentuk seni musik yang
vital dalam berbagai acara tradisional masyarakat Bali. Setiap jenis musik
disesuaikan dengan acaranya. Musik untuk piodalan (hari jadi) berbeda
dengan musik pengiring acara metatah (mengasah gigi), demikian pula
pernikahan, ngaben, melasti, dan sebagainya. Gamelan yang
beraneka ragam pun disesuaikan dengan berbagai jenis tari yang ada di Bali.
Menurut Spies, seni tari
membuat utuh kehidupan masyarakat Bali sekaligus menjadi elemen penting dalam
serangkaian upacara adat maupun pribadi yang tidak ada habisnya.
Sebagaimana di Jawa, suku Bali juga mengenal pertunjukan wayang, namun dengan bentuk wayang yang lebih menyerupai manusia daripada wayang
khas Jawa. Suku Bali juga memiliki aspek-aspek unik yang terkait dengan tradisi
religius mereka. Kehidupan religius mereka merupakan sinkretisme antara agama Hindu-Buddha dengan tradisi Bali.
Kepercayaan
Sebanyak 3,2 juta umat Hindu tinggal
di Bali, dan mayoritas suku Bali menganut kepercayaan Hindu Siwa-Buddha, salah
satu denominasi agama Hindu. Para
pendeta dari India yang
berkelana di Nusantara
memperkenalkan sastra Hindu-Buddha kepada suku Bali berabad-abad yang lalu.
Masyarakat menerimanya dan mengkombinasikannya dengan mitologi pra-Hindu yang
diyakini mereka. Suku Bali yang telah ada sebelum gelombang migrasi ketiga,
dikenal sebagai Bali Aga, sebagian besar menganut agama
berbeda dari suku Bali pada umumnya. Mereka mempertahankan tradisi animisme.
Perayaan Hari Raya Nyepi
Perayaan Hari Raya Nyepi,
tergolong hari istimewa bagi masyarakat Bali, karena pada hari itu di dalam kalender
Indonesia termasuk hari libur nasional. Hal ini membuktikan kebhinekaan untuk menyelenggarakan
ritual keagamaan di Indonesia telah disamakan haknya disesuaikan dengan
kepercayaan masing-masing. Perayaan ini mempunyai keunikan tersendiri bagi
masyarakat Bali dan keunikannya itu ditampilkan dengan pelaksanaan Catur
Bratha penyepian dan perayaan pengerupukan sehari sebelum hari Nyepi itu
diadakan. Biasanya, di hari pengerupukan, masyarakat Bali sudah mempersiapkan
segala sesuatunya untuk merayakannya, yang menjadi topik utama tentang keunikan
itu sendiri adalah pembuatan Ogoh-ogoh yang bentuknya luar biasa besarnya dan
bentuknya bermacam-macam menyerupai Bhuta atau raksasa yang melambangkan
kejahatan, dan (dalam pewayangan jawa disamakan dengan golongan kurawa termasuk
Rahwana). tradisi ini sudah ada sejak jaman dahulu yang diwariskan dari
generasi ke generasi hingga sampai ke generasi zaman sekarang ini. Pelaksanaan
ogoh-ogoh biasanya di arak keliling desa atau kota dan ketika perayaan
pengrupukan yang penggambarannya berupa simbol dari bhuta kala yaitu (pengaruh
jahat), akan di bakar setelah selesai di arak.
Upacara
Pembakaran Mayat/ Ngaben
Satu lagi ritual yang spektakuler
dari masyarakat Bali adalah penyelenggaraan upacara Ngaben. Penyelenggaraan
upacara Ngaben merupakan ritual pembakaran mayat atau kremasi umat Hindu yang
diadakan dan diritualkan secara adat oleh masyarakat di pulau yang terkenal
dengan pulau dewata itu. Di dalam Panca Yadnya,yang dipercaya oleh
masyarakat Bali, upacara ini termasuk dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara
yang ditujukan untuk roh lelulur mereka. Makna upacara Ngaben pada intinya
adalah untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat
asalnya. Seorang Pedanda mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan
setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa
selaku Dewa yang dipercaya oleh masyarakat atau umat hindu khususnya masyarakat
hindu Bali. Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga serta sanak
saudara dari orang yang telah meninggal, sebagai perwujudan rasa hormat seorang
anak terhadap orang tuanya. Biasanya upacara selalu diselingi dengan
arak-arakan yang membawa atribut-atribut berukuran rakssa panjangnya dan dipikul
oleh puluhan orang. Dalam pelaksanaannya upacara ini tidak ada isak tangis,
namun dengan keceriahan dan semangat yang luar biasa, karena di Bali ada suatu
keyakinan bahwa kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena
itu dapat menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.
Kesenian Tari
Dalam bidang seni tari, Pulau
bali mempunyai tarian yang cukup dikenal oleh masyarakat luas seperti Tari
kecak yang mempunyai ciri khusus dimana dalam penyajiannya tarian ini mempunyai
karakter jumlah penarinya besar dan tanpa busana hanya memakai celana dengan
dililiti oleh kain motif kotak-kotak ptih hitam mirip papan catur itu.
Keistimewaan tarian ini adalah pada pementasannya selalu ramai menimbulkan
suara gemuruh saling bersautan satu sama lain dengan mengucap kan kata
cak…cak…cak…kecak…kecak… membuat orang yang menontonnya menjadi semangat dan
secara otomatis badan akan ikut tergerak dibuatnya. Dari ciri itulah hingga
tarian ini menjad terkenal dan sekaligus sebagai ciri khas budaya Bali.
Bertahun-tahun tari kecak ini dilestarikan oleh masyarakat Bali dari beberapa
generasi, meskipun berbagai macam tari-tarian modern dari luar juga turut
mewarnai tarian lokal sebagai sarana pengembangannya. Pementasan ini bersifat
suci dan sakral penuh dengan ritual, oleh karena itu sebelum pementasan
pemimpin rombongan pementasan memberikan percikan air suci yang diambil
dari gunung agung itu, kemudian disertai dengan pemberian sesaji.
Pengertian ini menegaskan bahwa sifat kebaikan dan sifat kejahatan itu
selalu dekat dengan kehidupan manusia, oleh karena itu dalam kehidupan selalu
diwarnai dengan manusia yang mempunyai sifat baik dan ada juga yang mempunyai
sifat jahat, dan dalam perjalanannya selalu bertempur tiada akhir sampai garis
kematian memisahkannya. Suatu gerakan badan dengan tangan yang serba
dinamis serta lirikan mata tajam ke kanan dan ke kekiri serta di tanganya
membawa tempayan tempat sesaji dengan ciri khas pada daun kelapa muda atau
janur yang terurai ke bawah seakan menutupi sebagian tangannya, diiringi dengan
gemuruhnya gamelan seolah menggambarkan tarian Pendet. Tarian ini awalnya
adalah bersifat sakral karena tarian ini bertujuan penyambutan para Dewata
turun ke bumi, sehingga pementasannya hanya di lingkungan Pura yaitu tempat
persembahyangan umat hindu di Bali. Tari Pendet merupakan tarian persembahan
yang diwujudkan dalam bentuk tari upacara jadi disini nilai kesakralannya masih
dijaga. Seiring dengan perkembangan zaman para seniman-seniman Bali memodifikasinya
menjadi tarian upacara selamat datang, namun tidak mengurangi nilai
kesakralannya. Di Pulau Bali juga dikenal Tari Topeng yaitu sebuah tarian
dimana penarinya menggunakan topeng. Tarian ini awalnya juga mengadung
kesakralan atau bersifat magis, diceritakan bahwa tari topeng yang terkenal
adalah topeng pejagan yang disimbulkan sebagai suatu perjalanan Sidhakarya
ingin bertemu dengan Rajanya. Orang Bali percaya bahwa topeng tersebut
merupakan titisan dari Sidhakarya dan istimewahnya tarian ini diyakini dapat
menyembuhkan penyakit. Tarian biasanya dimainkan sedikitnya 2 sampai 5 orang
dan pemakian topeng mempunyai karakter yang berbeda. pada 2 orang membaginya
yang satu topeng pajegan dan satunya lagi adalah topeng wali yang bertugas
mengiringi dan memberikan cerita-cerita tentang masyarakat Bali pada zaman
kerajaan dahulu.
Pakaian Adat Bali
Pakaian adat Bali mempunyai
keragaman jenis dan ornamen yang menyertainya. Masing-masing wilayah di pilau
ini mempunyai ciri khas menyangkut simbo dan ornamennya masing-masing.
Keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari aspek kegiatan atau sarana
peribadatan, jenis kelamin serta umur para pemakainya. Status sosial dan
ekonomi dalam masyakat Bali terlihat dari corak busana dan ornamen perhiasan
yang telah dipakainya. Secara umum karakteristik pakian di bali dapat dikenali
berdasarkan jenis kelamin penggunanya diantaranya untuk pakian putra gaya Bali
memakai diantaranya adalah udeng sebagai ikat kepala, kain kampuh, umpal
sebagai selendang pengikat, sabuk sebagai pengikat, senjata keris serta
ornamen-ornamen pendukung lainnya. Sedangkan pakaian putri gya Bali memakai
Gelung atau sanggul yang dipakai di kepala bagian belakang, sesenteng atau
kembenkain songket, kain wastra, sabuk prada sebagai pembelit pinggul dan dada,
selendang songket bahu ke bagian bawah, kain tapih atau sinjang yang di taruh
sebelah dalam serta ornamen-ornamen pendukung lainnya. Keragaman ini dipakai
menyesuiakan kegiatan yang akan diselenggarakan. masing-masing penyelengraan
mempunyai cirinya tersendiri.
Sumber : http://elvan1308.blogspot.com/2012/10/macam-macam-kebudayaan-bali.html
http://id.wikipedia.org/wiki/suku_Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar