Minggu, 22 Maret 2015

Kebudayaan Bali

Suku Bali

Suku Bali (bahasa Bali: Anak Bali, Wong Bali, atau Krama Bali) adalah suku bangsa mayoritas di pulau Bali, yang menggunakan bahasa Bali dan mengikuti budaya Bali. Sebagian besar suku Bali beragama Hindu, kurang lebih 90%, sedangkan sisanya beragama Islam, Kristen dan Buddha. Menurut hasil Sensus Penduduk 2010, ada kurang lebih 3,9 juta orang Bali di Indonesia.  Sekitar 3,3 juta orang Bali tinggal di Provinsi Bali. Orang Bali juga banyak terdapat di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Lampung dan daerah penempatan transmigrasi asal Bali lainnya. Sebagian kecil orang Bali juga ada

Asal Usul Suku Bali

Asal-usul suku Bali terbagi ke dalam  tiga periode atau gelombang migrasi: gelombang pertama terjadi sebagai akibat dari persebaran penduduk yang terjadi di Nusantara selama zaman prasejarah; gelombang kedua terjadi secara perlahan selama  masa perkembangan agama Hindu di Nusantara; gelombang ketiga merupakan gelombang terakhir yang berasal dari Jawa, ketika Majapahit runtuh pada abad ke-15—seiring dengan Islamisasi yang terjadi di Jawa—sejumlah rakyat Majapahit memilih untuk melestarikan kebudayaannya di Bali, sehingga membentuk sinkretisme antara kebudayaan Jawa klasik dengan tradisi asli Bali.

Kebudayaan

Kebudayaan Bali terkenal akan seni tari, seni pertujukan, dan seni ukirnya. Covarrubias mengamati bahwa setiap orang Bali layak disebut sebagai seniman, sebab ada berbagai aktivitas seni yang dapat mereka lakukan—lepas dari kesibukannya sebagai petani, pedagang, kuli, sopir, dan sebagainya—mulai dari menari, bermain musik, melukis, memahat, menyanyi, hingga bermain lakon. Dalam suatu desa yang bobrok sekalipun dapat dijumpai sebuah pura yang indah, pemain gamelan andal, dan bahkan aktor berbakat. Bahkan sesajen yang dibuat wanita Bali memiliki sisi artistik pada jalinan potongan daun kelapa dan susunan buah-buahan yang rapi dan menjulang. Menurut Covarrubias, seniman Bali adalah perajin amatir, yang melakukan aktivitas seni sebagai wujud persembahan, dan tidak peduli apakah namanya akan dikenang atau tidak. Seniman Bali juga merupakan peniru yang baik, sehingga ada pura yang didekorasi dengan ukiran menyerupai dewa khas Tionghoa, atau dihiasi relief kendaraan bermotor, yang mereka contoh dari majalah asing.
Gamelan merupakan bentuk seni musik yang vital dalam berbagai acara tradisional masyarakat Bali. Setiap jenis musik disesuaikan dengan acaranya. Musik untuk piodalan (hari jadi) berbeda dengan musik pengiring acara metatah (mengasah gigi), demikian pula pernikahan, ngaben, melasti, dan sebagainya. Gamelan yang beraneka ragam pun disesuaikan dengan berbagai jenis tari yang ada di Bali. Menurut Spies, seni tari membuat utuh kehidupan masyarakat Bali sekaligus menjadi elemen penting dalam serangkaian upacara adat maupun pribadi yang tidak ada habisnya.
Sebagaimana di Jawa, suku Bali juga mengenal pertunjukan wayang, namun dengan bentuk wayang yang lebih menyerupai manusia daripada wayang khas Jawa. Suku Bali juga memiliki aspek-aspek unik yang terkait dengan tradisi religius mereka. Kehidupan religius mereka merupakan sinkretisme antara agama Hindu-Buddha dengan tradisi Bali.

Kepercayaan

Sebanyak 3,2 juta umat Hindu tinggal di Bali, dan mayoritas suku Bali menganut kepercayaan Hindu Siwa-Buddha, salah satu denominasi agama Hindu. Para pendeta dari India yang berkelana di Nusantara memperkenalkan sastra Hindu-Buddha kepada suku Bali berabad-abad yang lalu. Masyarakat menerimanya dan mengkombinasikannya dengan mitologi pra-Hindu yang diyakini mereka. Suku Bali yang telah ada sebelum gelombang migrasi ketiga, dikenal sebagai Bali Aga, sebagian besar menganut agama berbeda dari suku Bali pada umumnya. Mereka mempertahankan tradisi animisme.

Perayaan Hari Raya Nyepi

Perayaan Hari Raya Nyepi, tergolong hari istimewa bagi masyarakat Bali, karena pada hari itu di dalam kalender Indonesia termasuk hari libur nasional. Hal ini membuktikan kebhinekaan untuk menyelenggarakan ritual keagamaan di Indonesia telah disamakan haknya disesuaikan dengan kepercayaan masing-masing. Perayaan ini mempunyai keunikan tersendiri bagi masyarakat Bali dan keunikannya itu  ditampilkan dengan pelaksanaan Catur Bratha penyepian dan perayaan pengerupukan sehari sebelum hari Nyepi itu diadakan. Biasanya, di hari pengerupukan, masyarakat Bali sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk merayakannya, yang menjadi topik utama tentang keunikan itu sendiri adalah pembuatan Ogoh-ogoh yang bentuknya luar biasa besarnya dan bentuknya bermacam-macam menyerupai Bhuta atau raksasa yang melambangkan kejahatan, dan (dalam pewayangan jawa disamakan dengan golongan kurawa termasuk Rahwana). tradisi ini sudah ada sejak jaman dahulu yang diwariskan dari generasi ke generasi hingga sampai ke generasi zaman sekarang ini. Pelaksanaan ogoh-ogoh biasanya di arak keliling desa atau kota dan ketika perayaan pengrupukan yang penggambarannya berupa simbol dari bhuta kala yaitu (pengaruh jahat), akan di bakar setelah selesai di arak. 


Upacara Pembakaran Mayat/ Ngaben

Satu lagi ritual yang spektakuler dari masyarakat Bali adalah penyelenggaraan upacara Ngaben. Penyelenggaraan upacara Ngaben merupakan ritual pembakaran mayat atau kremasi umat Hindu yang diadakan dan diritualkan secara adat oleh masyarakat di pulau yang terkenal dengan pulau dewata itu.  Di dalam Panca Yadnya,yang dipercaya oleh masyarakat Bali,  upacara ini termasuk dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur mereka. Makna upacara Ngaben pada intinya adalah untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa selaku Dewa yang dipercaya oleh masyarakat atau umat hindu khususnya masyarakat hindu Bali. Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga serta sanak saudara dari orang yang telah meninggal, sebagai perwujudan rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Biasanya upacara selalu diselingi dengan arak-arakan yang membawa atribut-atribut berukuran rakssa panjangnya dan dipikul oleh puluhan orang. Dalam pelaksanaannya upacara ini tidak ada isak tangis, namun dengan keceriahan dan semangat yang luar biasa, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.

Kesenian Tari

Dalam bidang seni tari, Pulau bali mempunyai tarian yang cukup dikenal oleh masyarakat luas seperti Tari kecak yang mempunyai ciri khusus dimana dalam penyajiannya tarian ini mempunyai karakter jumlah penarinya besar dan tanpa busana hanya memakai celana dengan dililiti oleh kain motif kotak-kotak ptih hitam mirip papan catur itu. Keistimewaan tarian ini adalah pada pementasannya selalu ramai menimbulkan suara gemuruh saling bersautan satu sama lain dengan mengucap kan kata cak…cak…cak…kecak…kecak… membuat orang yang menontonnya menjadi semangat dan secara otomatis badan akan ikut tergerak dibuatnya. Dari ciri itulah hingga tarian ini menjad terkenal dan sekaligus sebagai ciri khas budaya Bali. Bertahun-tahun tari kecak ini dilestarikan oleh masyarakat Bali dari beberapa generasi, meskipun berbagai macam tari-tarian modern dari luar juga turut mewarnai tarian lokal sebagai sarana pengembangannya. Pementasan ini bersifat suci dan sakral penuh dengan ritual, oleh karena itu sebelum pementasan pemimpin rombongan pementasan memberikan percikan  air suci yang diambil dari gunung agung itu, kemudian disertai dengan pemberian sesaji.  Pengertian ini menegaskan bahwa sifat kebaikan dan sifat kejahatan itu selalu dekat dengan kehidupan manusia, oleh karena itu dalam kehidupan selalu diwarnai dengan manusia yang mempunyai sifat baik dan ada juga yang mempunyai sifat jahat, dan dalam perjalanannya selalu bertempur tiada akhir sampai garis kematian memisahkannya.  Suatu gerakan badan dengan tangan yang serba dinamis serta lirikan mata tajam ke kanan dan ke kekiri serta di tanganya membawa tempayan tempat sesaji dengan ciri khas pada daun kelapa muda atau janur yang terurai ke bawah seakan menutupi sebagian tangannya, diiringi dengan gemuruhnya gamelan seolah menggambarkan tarian Pendet. Tarian ini awalnya adalah bersifat sakral karena tarian ini bertujuan penyambutan para Dewata turun ke bumi, sehingga pementasannya hanya di lingkungan Pura yaitu tempat persembahyangan umat hindu di Bali. Tari Pendet merupakan tarian persembahan yang diwujudkan dalam bentuk tari upacara jadi disini nilai kesakralannya masih dijaga. Seiring dengan perkembangan zaman para seniman-seniman Bali memodifikasinya menjadi tarian upacara selamat datang, namun tidak mengurangi nilai kesakralannya.  Di Pulau Bali juga dikenal Tari Topeng yaitu sebuah tarian dimana penarinya menggunakan topeng. Tarian ini awalnya juga mengadung kesakralan atau bersifat magis, diceritakan bahwa tari topeng yang terkenal adalah topeng pejagan yang disimbulkan sebagai suatu perjalanan Sidhakarya ingin bertemu dengan Rajanya. Orang Bali percaya bahwa topeng tersebut merupakan titisan dari Sidhakarya dan istimewahnya tarian ini diyakini dapat menyembuhkan penyakit. Tarian biasanya dimainkan sedikitnya 2 sampai 5 orang dan pemakian topeng mempunyai karakter yang berbeda. pada 2 orang membaginya yang satu topeng pajegan dan satunya lagi adalah topeng wali yang bertugas mengiringi dan memberikan cerita-cerita tentang masyarakat Bali pada zaman kerajaan dahulu.

Pakaian Adat Bali

Pakaian adat Bali mempunyai keragaman jenis dan ornamen yang menyertainya. Masing-masing wilayah di pilau ini mempunyai ciri khas menyangkut simbo dan ornamennya masing-masing. Keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari aspek kegiatan atau sarana peribadatan, jenis kelamin serta umur para pemakainya. Status sosial dan ekonomi dalam masyakat Bali terlihat dari corak busana dan ornamen perhiasan yang telah dipakainya. Secara umum karakteristik pakian di bali dapat dikenali berdasarkan jenis kelamin penggunanya diantaranya untuk pakian putra gaya Bali memakai diantaranya adalah udeng sebagai ikat kepala, kain kampuh, umpal sebagai selendang pengikat, sabuk sebagai pengikat, senjata keris serta ornamen-ornamen pendukung lainnya. Sedangkan pakaian putri gya Bali memakai Gelung atau sanggul yang dipakai di kepala bagian belakang, sesenteng atau kembenkain songket, kain wastra, sabuk prada sebagai pembelit pinggul dan dada, selendang songket bahu ke bagian bawah, kain tapih atau sinjang yang di taruh sebelah dalam serta ornamen-ornamen pendukung lainnya. Keragaman ini dipakai menyesuiakan kegiatan yang akan diselenggarakan. masing-masing penyelengraan mempunyai cirinya tersendiri.

Sumber : http://elvan1308.blogspot.com/2012/10/macam-macam-kebudayaan-bali.html
                http://id.wikipedia.org/wiki/suku_Bali